Program TTG Untuk Pengembangan Ekonomi Masyarakat Di Desa

0 337

Beriklan? Hubungi : 0853 9999 4508

DONGGALA – Belakangan ini Program Teknologi Tepat Guna (TTG) di kabupaten Donggala menjadi polemik. Pemerintah Desa disebut-sebut mendapat intervensi dari kalangan pejabat di tingkat Pemkab Donggala agar menganggarkan program TTG di masing-masing Desa.
Namun hal ini dibantah sejumlah Camat dan Kades di Donggala. Bahkan Camat dan Kades menganggap program TTG justeru sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab program TTG dinilai mampu memberdayakan masyarakat di desa.

Camat Sindue Tombusabora, Laodin SPd, mengatakan, pada prinsipnya program TTG sangat dibutuhkan masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan antusias masyarakat mengikuti pelatihan yang dilakukan di Masamba beberapa waktu lalu. “Baru sekarang ini saya dengar banyak yang komplain. Tapi sebelum-seblumnya tidak ada yang komplain. Saya juga pernah menjabat sebagai plt Kades, program ini justeru dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.

Camat yang pernah ditugaskan sebagai Plt kades Saloya ini menyebutkan, Desa Saloya sendiri memiliki hasil pertanian yang melimpah. Mulai dari kelapa, ubi, jagung dan lainnya. Oleh karena itu, menurut Laodin, Desa Saloya memiliki potensi besar dalam pengolahan berbagai jenis makanan seperti aneka jenis kripik. “Hasil pertanian di Saloya itu beragam. Kemudian warga kami juga sudah mengikuti pelatihan, nah tindak lanjutnya kami memang harus membeli alat TTG ini. Saya rasa tidak ada yang salah, karena memang dibutuhkan masyarakat,” sebutnya.

Laodin mengaku tak pernah mendapat intervensi dalam pengadaan alat TTG baik dari Dinas maupun Bupati. Semua pengadaan alat itu kata Laodin didasari oleh kebutuhan masing-masing desa. Sebab setiap Desa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. “Kalau kami kemarin di Saloya itu memang banyak yang kami beli. Tapi itu semua didasari dengan kebutuhan. Kami di desa aman-aman saja. Tidak ada yang komplain,” katanya.

Senada dengan Camat, Kepala Desa Masaingi, Nawawian Lanawi mengatakan, program TTG sudah sangat tepat. Disamping sebagai pemberdayaan masyarakat yang tidak punya pekerjaan, program TTG juga menjadi dorongan untuk pemberdayaan lahan yang tidak tergarap. “Karena bahan baku yang kami gunakan dalam olahan makanan ini adalah jenis umbi-umbian.
Menurut Nawawian, untuk mengolah sumber daya alam yang ada di Masaingi, tentu membutuhkan keterampilan. Oleh karena itu kata Nawawian pihaknya mengirim utusan dari Desa Masaingi untuk mengikuti pelatihan di Masamba. “Nah setelah sudah terampil, kemudian tahap selanjutnya berarti kami harus melakukan pengadaan alat. Pengadaan alat ini kan tujuannya dalam rangka untuk memproduksi olahan makanan,” katanya.

Terkait pemasaran hasil produksi olahan makanan itu, Nawawian mengaku tidak khawatir. Sebab Pemerintah Desa di Back Up oleh Pemkab Donggala dalam urusan pemasaran. Untuk Desa Masaingi sendiri, olahan utamanya adalah kripik dan minyak kelapa. “Sumber daya alamnya ada, sumber daya manusianya sudah terampil dan tentu harus ditunjang lagi dengan peralatannya,” sebutnya.
Sementara itu Kepala Desa Ape Maliko, Poni, mengatakan, 99 persen masyarakat Desa Ape maliko adalah petani. Poni menilai, program TTG sangat cocok dengan kondisi Desa Ape Maliko yang memiliki hasil pertanian cukup beragam seperti umbi-umbian. “Cocok dengan kami di Desa. Sumber daya alamnya ada, alatnya juga ada. Tinggal pengolahannya lagi,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Desa Kavaya, Kasim Tahajudin mengatakan, TTG bukanlah hal yang baru. TTG menurut Kasim sudah ada sejak dulu. Namun kata Kasim, TTG yang dulu dan yang sekarang berbeda. “Kalau TTG dulu itu kami pernah di latih di Kota Bitung, tapi hanya sebatas pelatihan dan tidak ada tindak lanjutnya. Tapi kalau program TTG saat ini saya sangat mendukung karena tindak lanjutnya jelas,” katanya.

Kasim mengaku pernah membawa hasil olahan keripik ubi jalar dan jagung ke Surabaya. Ternyata menurut Kasim, olahan masyarakat Donggala itu digemari oleh masyarakat luar. Oleh karena itu, Desa Kavaya memprioritaskan pengolahan kripik ubi dan kripik ikan rono. “Saat ini pengolahan kripik itu sudah berjalan, tapi masih manual sambil menunggu pelatihan khusus menggunakan alat TTG ini,” katanya.

Masih di tempat yang sama, Kepala Desa Tolongano, Idrus memandang pengadaan alat TTG sangat bagus di adakan di Desa. Sebab menurut Idris, bahan baku di Desa Tolongano dan desa lainnya di Banawa Selatan cukup beragam. Di Desa Tolongano sendiri 60 persen petani dan 40 persen adalah nelayan. Oleh karena itu Desa Tolongano juga akan fokus pada pengolahan berbagai jenis makanan, mulai dari kripik umbi-umbian hingga krupuk ikan rono. “Program ini sangat bagus untuk pengembangan ekonomi masyarakat di Desa. Jadi saya memandang pengadaan alat TTG ini tidak ada yang perlu di permasalahkan,” jelasnya. (dp)

Tinggalkan Balasan